Puisi-Tiga ruang waktu
Keresahan selalu timbul tanpa di
batasi ruang dan waktu.
Keresahan adalah permasalahan
konvensional yang hadir pada nuansa paling baru.
Begitulah keresahan ikut tumbuh dalam
masa pertumbuhan. Dan akan ikut mati di dalam sebuah galian kemudian di iringi
tangisan haru. Dalam keresahan itu aku coba
menulisakan tiga puisi keresahan dalam tiga ruang waktu yang berbeda.
# Memapah malam
Kala
itu malam tak jauh seperti tudung saji. Mengitari dan menelungkup semesta dari
aturan dan waktu yang belum tepat.
Aku
terbata-bata mengeja kalimat yang tak sempat terucap, terhalangi tata cara dan
adab tutur kata.
Sebentar-sebentar
terusik oleh bunyi perut sendiri. Seolah dialog ini begitu syahdu untuk di
nikmati. Monolog satu arah, bunyi perut dengan gusar yang terpapar.
Mencari
perbendaharaan emosi dalam jasad yang di vonis mati, untungnya rasa sadar
menambahkan kembali kata rujuk. Sehingga jasad bisa berdamai dengan esok hari.
Malam
masih panjang, terlelap masih tabu untuk di sebut, apalagi di gerayangi. Masih
tersadarkan syahwat duniawi yang menjembatani pada keperawanan mimpi.
Sekali
lagi, malam masih panjang dan telanjang. Sudahlah. Ini bukan perkara
selangkang.
#Pergi
Pergi
itu bukan masalah jarak. Tapi ini perkara hati dan kebiasaan.
Yang
aku tinggalkan bukan sekedar hari-hari. Tapi semua perasaan dan tujuan.
Melepas
semua berarti memaksaku menanggalkan semua yang kutahu, yang ku mau dan
sesuatu.
Sesuatu
itu meninggalkan sesuatu yang lainnya. Memudarkan yang nampak menghilangkan
yang di angan.
Ini
bukan tentang siap dan siapa. Ini seperti memaksa singgah pada pelataran asing.
Aku
bukan petualang yang piawai menerka arah. Aku hanya kekosongan yang di paksa
mengosongkan.
Lantas kemana harus
aku berlalu. Berpijak saja aku ragu. Memaksa berarti merelakan bagiku. Dan
jalan pulang itu. Bukan lagi yang ku tuju.
#Cerita kamu
Arti apa yang harus ku gali. Agar sekitarmu menjadi benderang
dan tak tersentuh hari lalu.
Sepucuk surat yang lapuk atau wajah yang terkantuk-kantuk. Karna
membiarkanmu berkeliaran dalam ingatan.
Lihat jalanan itu. Penuh jawaban dalam semua keresahan.
Memberikan keterangan pada siapa hati ini tertambat dan sampai kapan kalimat
malu-malu itu akan terus tersirat.
Menggenggamu sekali lagi, lewat beradu hangat tatapan yang
lekat.
Lewat genggam yang seiring dan beriring.
Lewat kata sederhana yang menembus besok-besok yang
tidak sederhana
Atau saling tukar keresahan dalam suasana di rindukan.
Jangan ragu dengan tanda tanya.
Karna itu laju pemisah antara melupakan atau tetap merindukan.
Lekat-lekat tatap aku. Menunggu dalam diam atau senyuman
Menunggu dalam resah atau nyaman.
Tapi tetaplah kamu yang di rindukan.
Kamu yang ada di besok, sekarang atau hari kemarin yang
sorot matanya tak pernah lepas dari ingatan.
Keren ka puisinya :)
ReplyDeletemakasih yah. mari terus menulis ^_^.
DeleteBagus puisinya :)
ReplyDeletemakasih mba ^_^
Delete