Konsumtif adalah pelampiasan.
Kesal ?, marah ? atau malah kesepian. Habiskan uangmu,
belanja, makan enak sepuasnya atau jalan-jalan kemana saja. Pemikiran itu kerap
ada dalam diri sebagian orang. Ada rasa ingin mengalihkan atau mengobati, tapi
ternyata pelampiasan itu tak jarang malah menambah masalah yang baru.
Banyak alasan, kenapa berprilaku konsumtif menjadi jalan
utama untuk mengalihkan masalah, saya tidak pernah berpikir itu bisa
menyelesaikan masalah. Mungkin efeknya seperti drugs atau alkohol, kesenangan
sesaat yang ujungnya menambah masalah yang baru. Memang tidak di pungkiri
ketika melakukan sebuah prilaku konsumtif, rasa senang itu akan timbul, seperti
kembali pada fitrah kebutuhan ketika terpenuhi maka hasilnya adalah kepuasan.
Dan mungkin kepuasan sementara ini yang menutupi keresahan atau masalah pada
awalnya.
Saya ambil contoh ketika perilaku konsumtif terhadap suatu
benda, misalnya saya membeli sebuah gadget keluaran paling baru, rasa puas
menjadi salah satu orang yang memiliki gadget akan memberikan efek kepuasan
sejenak. Setelah euphoria itu berlalu, maka masalah yang di hindari itu kembali
menghampiri. Secara logika kesenangan memang di dapatkan, tetapi hanya sejenak.
Melalui makanan mungkin lebih sedikit berefek panjang,
karena efeknya langsung di kaitkan dengan tubuh. Biasanya setelah kenyang, otak
bisa sedikit berpikir jernih. Entah lah ada atau tidak hormon yang
berpengaruh, saya tidak terlalu mengkaji bagian itu. Saya hanya ingin
mengkajinya dari segi kebiasaan dan tingkah laku.
Ada sedikit nilai positif dari traveling, ini bisa
menjernihkan suasana, dengan adanya jeda waktu untuk pergi dari rutinitas,
setidaknya membuat pikiran lebih jernih, dan mungkin saja malah adanya
pemikiran baik dalam mengatasi masalah yang di alami. Tapi kembali, jika ini
berhubungan dengan prilaku konsumtif, maka tunggu saja efek domino itu akan
berlanjut.
Ada beberapa hal yang bisa menjadi tips jika prilaku ini
kembali kambuh atau mulai menyerang.
Ketika di rundung masalah dan seperti ada hasrat untuk
melampiaskannya terhadap perilaku konsumtif maka yang halus di lakukan adalah.
a.
Berfikir akibat yang di timbulkan.
"Penyesalan itu memang di akhir, kalau di
awal ya pengumuman", begitu kata-kata yang sering saya dengar dari sekitar. Mungkin ketika
kata-kata itu benar di telaah sekaligus di aplikasikan, sepertinya kita bisa
lebih berpikir. Melihat lebih jauh dari efek yang akan di timbulkan, lebih
bijak dalam mencermati nilai positif dan negatif. Percayalah sedikit meluangkan
waktu untuk menarik nafas lalu membayangkan beberapa langkah ke depan itu tidak
terlalu sulit.
b.
Membaca buku atau menonton video tentang
buruknya berprilaku konsumtif.
Membaca buku ibarat mendengar nasihat yang
di sampaikan secara sistematis dan sebaik mungkin, dengan trik-trik penulis dalam
menyampaikan tetapi tidak menggurui, biasanya kita bisa lebih terbuka dalam
berpikir, tetapi jika membaca buku itu adalah sesuatu yang lebih sulit daripada
mendaki puncak Everest, setidaknya luangkan sedikit waktu untuk menonton video
singkat. Tentang motivasi dan pengalaman. Video tersebut banyak bertebaran. Jika
masalahnya sulit menemukan video tersebut. Youtube dan google sepertinya
sukarela dalam membantu.
c.
Sharing dengan teman yang anti berprilaku
konsumtif.
Punya teman yang kadang kita anggap
menyebalkan ?. alasannya karena dia terlalu kaku, hidupnya seperti jadwal
piket, begitu saja, tersusun rapih dan berulang-ulang. Nah ini kesempatan kita
mencuri ilmu dari dia. Biasanya dia akan memberikan tips ajaibnya, meski kadang
dengan nyinyir kita akan mencibir “ari maneh cageur ?” (kamu sehat ?). tapi
percayalah tips aneh dan ajaib itu, di suatu hari akan menyelamatkan kita dari
kekhilafan.
d.
Terjun ke masyarakat ekonomi lemah.
Terbiasa dengan lingkungan yang serba ada,
lapar tinggal beli, bosan tinggal jalan. Sepertinya ini waktunya kita mengenal
dunia yang selama ini hanya ada di balik kabut. Coba sedikit melihat ke bawah,
jangan terlalu asik menengadah ke atas. Di bawah banyak sekali orang yang
dengan uang yang kita anggap hanya berlaku untuk seporsi chicken marryland,
maka untuk orang tersebut cukup memberi makan satu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, adek, kakak beserta sisanya untuk kucing kampung kesayangan. Rasakan
apa yang mereka punya, mereka punya yang biasanya kita lupakan, rasa bersyukur
dan rasa selalu merasa cukup. Cukup dalam artian, Tuhan selalu memberikan
rejeki yang cukup tiap hari. Sehingga mereka senantia bersyukur terhadap
kekurangan.
e.
Ikut komunitas.
Komunitas anti konsumtif ?. boleh tuh. Silahkan
wujudkan, siapa tahu bisa banyak memberikan manfaat untuk orang banyak. Tapi jika
masih belum terwujud, jangan bimbang, gamang dan resah. Masih bertebaran
komunitas yang berprinsip memberikan nilai positif sebanyak mungkin. Tidak terbatas
apa kategorinya. Biasanya komunitas ini berorientasi terhadap tanggung jawab
dan pengembangan diri. Komunitas yang bertujuan positif selalu mendidik dalam
segala aspek. Ya salah satunya adalah bagaimana cara kita bertanggung jawab
terhadap diri sendiri, begitu pula cara kita dalam memandang sebuah perilaku
konsumtif.
Semoga tulisan yang penuh dengan dugaan dan
doa ini bisa bermanfaat, semata-mata hanya ingin menyampaikan keresahan dan
berharap, perilaku konsumtif dapat di lampiaskan ke dalam hal yang lebih
positif. Terimakasih telah membaca. Salam dari semesta untuk kita di dalamnya.